cerpen fiksi tema cinta dan detektif
Sarah melamun, dia masih
memikirkan kata-kata abang Januar. Sarah diam, lamunannya lama sekali,
pandangannya kosong, sepertinya kejadian siang tadi membuat dia benar benar
tidak tahu apa yang harus dia lakukan, Sarah bingung, kenapa abang Januar bisa
bisanya menampar Haris di depannya, memangnya apa yang sudah Haris lakukan sampai
abang Januar semarah itu melihat wajahnya, menemui Sarah dan Haris pulang
bersama.
Sarah
berbaring dikamarnya, ditariknya buku diari dari tas yang dilemparnya sepulang
tadi,
“Sarah
heran, mengapa abang Januar tega teganya menampar orang yang sudah baik pada
Sarah. Sarah tidak pernah melihat bang Januar seemosi itu, apa yang membuat
abang menjadi seperti ini? Sarah bingung”
Ada
yang mengetuk pintu, Sarah berhenti menulis, “Sebentar”, segera ia buang wajah
marahnya saat ditengoknya abangnya itu, Sarah menunduk, takut,
“Sarah,
usah kau ajak lagi bajingan itu datang kemari, kalau tidak, kau pula yang abang
hajar”
Januar
tahu adiknya takut, takut sekali, dan dia pula sebenarnya takkan tega menghajar
adiknya itu, dia mengingatkan saja supaya adiknya
jangan sampai berdekatan dengan Haris.
“em”
Sarah hanya mengangguk, lekaslah dia masuk dan menutup pintu kamarnya, dia
kesal, bingung pada sikap abang Januar, tapi dia tidak punya cukup keberanian
untuk bertanya.
Esoknya
saat pulang, Haris datang lagi,
“Sarah,
ayo kuantar pulang” kali ini Haris tidak lagi turun dari motornya untuk
berbincang seperti biasa, helmnya pun tak dilepas. Lama dia menunggu, Sarah tak
meresponya sedikitpun,
“Sarah, ayolah, aku tidak takut pada abangmu” nada bicaranya membuat Sarah bingung, Haris seperti tidak marah sedikitpun terhadap apa yng dilakukan abang Januar kemarin, akhirnya Sarah bicara
“Sarah, ayolah, aku tidak takut pada abangmu” nada bicaranya membuat Sarah bingung, Haris seperti tidak marah sedikitpun terhadap apa yng dilakukan abang Januar kemarin, akhirnya Sarah bicara
“ah,
tak usah Haris, aku mau berjalan saja, aku ada belajar kelompok hari ini
dirumah temanku, rumahnya di dekat sini”
“ya
sudah, sini Haris antar, Haris tahu Sarah takut abangmu akan marah pada Haris, tak
usah kuatir, nanti biar Haris yang berbicara” Haris masih tidak menyerah
“terimakasih
atas tawaranmu, Haris, aku sedang ingin berjalan” Sarah terus berjalan tanpa
menoleh lagi, ia berjalan lebih cepat, ia berharap Haris akan segera pulang
meninggalkannya, ia berbohong ada belajar kelompok, ia bahkan tidak tahu daerah
dekat sini, dia terus saja berjalan.
“Baiklah
Sarah, dimana rumah temanmu itu?”
“sedikit
lagi sampai” Sarah sangat berharap Haris pergi, kali ini dia benar benar tidak
tahu jalan.
Haris
tahu Sarah, ia tau benar kalau Sarah berbohong padanya, Sarah tidak pernah
menggunakan ‘aku’ setiap kali bicara padanya, maka dari itu, ia memutuskan
memberhentikan motornya di depan Sarah, sengaja, agar Sarah berhenti berjalan,
Haris turun.
“Sarah,
Haris tahu Sarah berbohong saat ini, tempat ini, jalan ini adalah jalan ke
komplek perumahannya Haris, tidak ada anak SMA yang tinggal dekat sini..
“baiklah,
aku menyerah, lalu, sekarang, bisakah kau jelaskan padaku kenapa abang Januar
sangat emosi saat melihatmu mengantarku kemarin?”
“nanti
akan Haris jelaskan, lebih baik kita pulang sekarang, kalau kelamaan, nanti
abangmu marah” Haris mencoba menipu Sarah karena ia tahu memberitahukan hal
yang sebenarnya sama saja menyakiti hati Sarah.
“aku
tidak mau, lagipula abangku tidak akan marah aku pulang terlambat, asal aku
tidak pulang bersamamu, sudah, pergilah, aku bisa pulang sendiri, lagi pula selama
ini, aku memang pulang sendiri”
Kata
kata terakhir yang Sarah ucapkan semakin membuatnya menyesal atas apa yang ia
lakukan, tapi Haris bukan orang yang mudah menyerah,
“ah,
kau ini, maih saja keras kepala seperti dulu, baiklah, Haris pergi, tapi kalau
Sarah tersesat, jangan telpon Haris yah”
“terserah”
keras kepala? Seperti dulu? Dulu? Memangnya Haris sejak kapan kenal Sarah?
Bagaimana dia tahu?’ Sarah bingung
“sudah,
sini, ayo naik, ya ampun, kau enteng sekali
“hei,
hei, astaga, kenapa Haris gendong Sarah?”, kata Sarah sambil memukul kecil pada
pundak Haris, dia sudah tidak bisa (pura pura) marah lagi, dan akhirnya Sarah
masih diantar Haris juga.
Sepanjang
jalan pulang Sarah diam saja, malu mau bicara karena dia sudah pura pura marah
tadi, sebenarnya banyak yang ingin Sarah tanyakan, terutama masalah Haris dan
abang Januar, tapi bagaimana. Sudah hampir dekat lorong rumah, Sarah meminta
Haris berhenti, Sarah takut kalau nanti abangnya tahu dia tak mampu berpaling
dari Haris. Haris mengerti keadaan itu, lagipula ini salahnya, dan Harispun
segera berbalik dan tak lupa mengedipkan sebelah matanya pada Sarah, oh, Sarah
suka sekali melihat wajahnya yang manis itu.
“Sarah,
kenapa lama sekali kau pulang?” Sarah terkejut abang Januar langsung
menyambutnya dengan nada tinggi saat baru sampai,
“tadi,..
Hampir
saja mau dikatakannya kejadian tadi, dia bertengkar dengan Haris, untunglah
pikirannya masih waras sehingga masih dapatlah dikeloknya pertanyaan abangnya
itu
“tadi
kan Sarah pulangnya naik becak, ya wajarlah lama” hoh, dag dig dug perasaan
Sarah, dia tidak suka sekali berbohong, tapi kali ini terpaksa, ya, terpaksa.
Pulang
sekolah hari ini lelah sekali, Sarah langsung saja berbaring, untungnya itu
hari sabtu, ia tidak perlu menggantung bajunya seperti hari senin, terbayang
lagi manisnya wajah Haris, saat dia berkedip, apalagi saat dia gendong Sarah
tadi, abang Januar kan sudah lama tidak menggendong Sarah. Dulu, sewaktu masih
SMP, abang Januar selalu memanjakan Sarah, apalagi setelah papa meninggal,
abang Januar semakin menyayangi Sarah, mereka cuma berdua, mempunyai abang
seperti abang Januar sudah membuat Sarah bahagia sekali, mama selalu sibuk,
Sarah ingat kapan terakhir kali mama pulang, kira kira sebulan yang lalu, bagi
Sarah, berpisah sebulan dengan mama itu lama sekali, mama
“Sarah”.
Suara abang Januar terdengar dengan jelas, menghamburkan lamunan Sarah tentang
keluarganya, dia keluar, dilihatnya abangnya sudah menunggunya dengan sate
dimeja makan, pikirannya tentang apapun langsung hilang, otaknya hanya tertuju
pada sate dimeja makan, Sarah tidak sabar ingin meludeskan makanan favoritnya
itu.
“pelan
pelan”, Sarah tidak menghiraukan teguran itu, masih saja dilahapnya makanan itu
dengan cepat, tapi, lho, kok suaranya? Suaranya suara perempuan, mirip suara
mama, ditengoknya sedikit orang yang ada didepannya, tangannya masih memegang
tusuk sate dengan lontong di ujungnya, dipeluknya permpuan itu, senang sekali
dia, sampai sampai lupa kuah sate mengenai rambut mamanya.
“makanya,
kalo makan itu, bareng bareng, mentang mentang sate aja, langsung dah disamber”
abang Januar dan mama tertawa
“wah
abang, kenapa tidak bilang kalau mama mau pulang hari ini? Pasti mama yang
beliin Sarah sate sebanyak ini, mama kapan sampenya?” tanya Sarah sambil
mengunyah lontong satenya
“yang
beli abang, lho. Bukan mama, duitnya aja yang pake duit mama”
“wah,
itu sama aja!” mama tertawa melihat wajah Sarah yang tiba tiba berubah dari
senang-terkejut-lalu marah. Meja makan itu menjadi ramai dan ceria.
Mama
memberitahu Sarah dia baru sampai kerumah pagi tadi, beberapa jam setelah Sarah
berangkat sekolah, mama sengaja melarang abang Januar memberi tahu Sarah dia
akan pulang hari itu, karena mama sedih, pada kepulangannya kali ini, dia tidak
membawa kado apa apa untuk Sarah, biasanya mama selalu membawakan Sarah
bermacam macam barang yang unik, dan pastinya berwarna merah, Sarah suka warna
itu, tapi kali ini, Cuma sate saja, mama kelupaan mengambil barangnya di bagasi
pesawat, untungya tas dan dompet mama terus dipegang, kalau tidak, bisa tinggal
juga. Sayang sekali, padahal mama sudah membelikan boneka elmo yang besar
berwarna merah untuk Sarah,
“tak
apa, ma. Mama pulang dengan selamatpun, udah oleh-oleh yang indah buat Sarah”
mama tersenyum mendengar kata kata itu, Sarah memang sudah SMA, tapi dia masih
saja seperti anak anak, itu yang membuat mama dan abang Januar selalu protektif
terhadap Sarah. Malam ini Sarah senang sekali, karena mama menemaninya
menyelesaikan pekerjaan rumah, biasanya dia bersama abang Januar, tapi abang
Januar bukan malah mengajarinya melainkan mengganggunya.
Jam
sudah menunjukkan pukul sembilan, mama mengingatkan Sarah untuk segera tidur.
Malam malam Sarah terbangun, dia mendengar ada suara dari ruang tamu, dia belum
berani keluar kamar, Sarah mengintip dari balik pintu kamarnya, dilihatnya
disitu ada Haris, dan abang Januar marah marah, dan mama, mama menangis,
sebenarnya ada apa ini? Sarah kembali tidur, dia takut sekali kalau sudah
melihat abangnya marah, abang Januar mirip sekali seperti papa, sangat
temperamen, Sarah takut kalau kalau dia malah akan mempersulit keadaan.
Esoknya
abang Januar mnegantar Sarah ke sekolah, ini tak seperti biasanya. Disekolah,
Sarah memikirkan kejadian semalam, semalam dia tak sengaja mendengar abang
Januar mengatakan ayah Haris tidak tahu diri, memangnya ada hubungan apa ayah
Haris dengan keluarga mereka. Sarah sungguh penasaran, dia tidak konsentrasi
belajar dan meminta izin ke belakang untuk menenangkan pikirannya. Saat baru
saja ingin kembali ke kelas, Sarah melihat Haris berdiri diluar pagar sekolah,
ia segera berlari menuju kelasnya.
Bel
pulang berbunyi, Sarah menengok dari jendela kelasnya, Haris masih ada di
depan, dia memang senang sekali bisa bertemu Haris, tapi mengingat kejadian
semalam, serta kejadian waktu abang Januar menampar Haris waktu itu, Sarah jadi
takut, dan memutuskan untuk menelpon abang Januar menjemputnya. Baru saja mau
menelpon, ternyata abang Januar sudah ada di depan, Sarah langsung berlari
mendekati abangnya, ditengoknya kesekeliling, Haris sudah tidak ada, kemana
dia.
“cari
siapa Sarah?”
“tidak,
bang. Sarah cari teman Sarah, tadi Sarah lupa mengembalikan pulpennya tapi dia
sudah pulang. Ya sudahlah, besok saja.” Lagi lagi Sarah terpaksa berbohong.
Berbulan
bulan berlalu, abang Januar selalu mengantar dan menjemput Sarah kemanapun ia
pergi, Sarah bosan. Rupanya ada kakak kelas yang menyukai abang Januar dan
setiap hari menanyakannya pada Sarah, kali ini anak itu meminta Sarah
memperkenalkannya pada abangnya yang menurut temannya tampan itu.
Daripada
ditanyai terus, lebih baik Sarah perkenalkan saja segera. Pulang sekolah,
diajaknya kakak kelasnya itu menemui abang Januar, dan diperkenalkannyalah
mereka. Sarah jijik sekali melihat
wajah abangnya yang dibuat seolah olah datar, dan muak melihat wajah kakak kelasnya yang tiba tiba menjadi pemalu, oh
astaga. Sampai dirumah, Sarah masih saja memperolok abang Januar tentang
perkenalan tadi.
“kenapa
muka abang tadi langsung datar seperti itu bang? Hahaha”
“walah,
kau ini, itu adalah salah satu trik untuk memikat perempuan agar dia terus
terusan kejar abang” jawab abang Januar dengan wajah yang dibuat terlihat
sombong meskipun tidak cocok.
“oh,
jadi begitu ya? Abang ini seperti perempuan saja minta dikejar. Wah, berarti
abang sengaja ingin membuat perempuan itu tadi penasaran sama abang?”
“hus,
sudahlah, labih baik Sarah ganti baju segera lalu kita makan” kata abang Januar
yang mencoba serius tapi masih menyeringai menahan tawa melihat muka Sarah yang
sudah seperti agen FBI.
“abang
Januar muka datar suka dikejar, abang Januar muka datar suka dikejar, hahaha”
Sarah berlari ke kamarnya sambil tertawa tawa mengolok abangnya.
Mama
belum pulang bulan ini, Sarah rindu
sekali, padahal ini sudah melewati tengah bulan. Makan siang ini, Sarah
bertanya pada abang Januar kenapa mama belum pulang, abang Januar juga kuatir.
Abang januar mencoba menghubungi mama, tidak diangkat. Rupanya ayah Haris
sedang mencoba menemui mamanya, ayah Haris hanya ingin meminta maaf serta ingin
menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya. Tapi mama Sarah masih shock dan
berpikir bahwa ayah Harislah yang sengaja membunuh suaminya.
Abang
Januar memutuskan untuk pergi menemui mama mengingat bahwa ayah Haris sedang
bertugas di dekat tempat mamanya bekerja. Sedang disela waktu waktu itu, Haris
menemui Sarah dan menceritakan apa yang sebenarnya sedang terjadi. Mulanya
Sarah tidak percaya bahwa yang didengarnya itu benar, bagaimana tidak, semuanya
seperti begitu dramatis. Om Fahri ayah Haris adalah kekasih mamanya di waktu
muda dan papanya adalah laki laki yang dipilihkan kakek dan nenek untuk
mamanya, ini seperti film.
Entah
apa yang membuat mama waktu itu lebih memilih papa dan meninggalkan om Fahri
yang telah bertahun tahun mencintainya. Tapi Sarah yakin mama pasti punya
alasan untuk itu. Selain itu Haris juga menjelaskan pada Sarah kejadian
tertembaknya papa Sarah, itu semua salah paham. Ayah Haris dan Papa Sarah dekat
sebagai rekan kerja di kepolisian, dan saat itu mereka sedang mencoba menangkap
kedua perampok yang kabur, peluru ayah Haris tak sengaja mengenai papa Sarah
yang sedang ingin menangkap salah satu perampok itu. Haris benar benar meminta
maaf pada Sarah dan ia juga tahu ayahnya tak pernah menginginkan hal ini
terjadi.
Jadi
karena itu abang Januar begitu tidak menyukai Haris? Kenapa, dimana letak
kesalahan Haris?
Abang
Januar sudah sampai ketempat mama bekerja, tapi dia tidak menemui mamanya
disana. Dilihatnya diatas meja mama ada pin polisi, dan kali ini dia yakin
mamanya sedang bersama om Fahri, tapi kemana mereka. Haris ingat mamanya pernah
bercerita bahwa dulu mama dan om Fahri sering makan atau sekedar ngobrol di
kafe dekat rumah makan tempat keluarga mereka sering makan malam sewkatu masih
ada kakek dan nenek dulu. Ya, abang Januar segera menuju tempat itu.
“dengar
Evi, aku memang masih mencintaimu, dan aku tidak mungkin menghancurkan
kebahagiaan orang yang aku cintai. Djoko dan aku sudah mulai berteman baik saat
kami menjadi rekan kerja, aku juga kehilangan dia, Evi.”
“jika
kau juga telah menyayanginya sebagai temanmu, lalu kenapa kau membunuhnya?”
“tidak
tante, peluru ayah tidak sengaja mengenai om Djoko, kejadian itu begitu cepat,
sehingga kalian salah paham”Haris dan Sarah segera duduk di kursi yang masih
kosong.
“salah
paham apa? Kejadian itu memang benar, bukan?” rupanya abang Januar juga sudah
sampai di tempat itu. Abang Januar menodongkan pisau makan yang terletak diatas
meja kepada Haris.
“sudah,
bang. Apa yang diceritakan oleh Haris itu benar, om Fahri dan papa itu sudah
berteman baik, jadi om Fahri tidak mungkin membunuh papa. Kalau abang akan
membunuh Haris, bunuh saja bang, tapi jangan harap Sarah tidak menyusul setelah
itu” Sarah juga mengambil pisau dari piring mamanya.
“baiklah,
aku serahkan semuanya pada mama, apakah mama mau memaafkan orang ini?” abang
Januar masih belum melpaskan pisau itu dari tangannya.
Mama
memaafkan ayah Haris, Januar mendengarkan penjelasan Haris dan Sarah, sulit
sekali baginya untuk tidak mempercayai adiknya itu, setahu dia adiknya tak
pernah berani berbohong, lagipula mama sudah memaafkan semuanya. Om Fahri
memeluk abang Januar, Sarah memeluk mama, dan tangannya tak lepas dari tangan
Haris.
Semuanya
terasa damai, abang Januar sekarang mengerti, semua itu bukanlah kesalahan om
Fahri, tapi perampok perampok itu, mereka, bagaimanapun, terlibat dalam
penembakan ini. Saat ini abang Januar menyimpan rasa dendam pada mereka, dia
mencari info tentang kedua perampok itu. Abang Januar membaca bahwa mereka
pernah tertangkap pada perampokan bank, namun mereka berhasil kabur dan saat
ini masih diwaspadai. Salah satu perampok itu terakhir kali terlihat memiliki
bekas luka pada lengan atas kirinya, dan yang satunya lagi mengalami cedera
pada kaki kanannya akibat tembakan.
Abang
Januar sedang menjalani semester empatnya, seperti mahasiswa mahasiswa lainnya,
abang Januarpun sibuk pada semester genap ini. Sebab itulah, kali ini ia
mempercayai Haris untuk menjaga Sarah. Karena abang Januar sudah tak terlihat
lagi mengantar jemput Sarah ke sekolah, Pia, kakak kelas yang naksir abang
Januar itu bertanya tanyalah pada Sarah. Sarah merasa risih, akhirnya
diputuskannyalah memberitahu kak Pia dimana rumahnya, biar nanti dia temui
sendiri abang Januar dirumah.
“Sarah,
kenapa kau bagi tahu dia tentang abang? Bagaimana juga dia bisa tahu rumah
kita?” abang Januar mulai lagi memasang wajah selebritisnya yang sebenarnya
lebih mirip penjual sate.
“alah,
Sarah risihlah, bang. Kak Pia tanyakan abaaaaaaaaang terus. Nampaknya trik
abang tu benar benar manjur.” Jawab Sarah sambil tertawa kecil menutup
mulutnya.
“bang
Januar, abang tidak sedang sibuk, kan?” kak Pia langsung datang dengan gesture nya seperti ular yang melintasi
garam, oh.
“sebenarnya
abang baru saja mau pergi kerumah teman abang, tapi tengok kau dah jauh jauh
datang kemari, tak enaklah abang jadinya. Ada perlu apa Pia kemari?” wajah sok cool
abang Januar membuat kak Pia benar benar terpesona, padahal menurut Sarah
ekspresi abangnya itu lebih mirip ekspresi orang panas dalam yang sedang
kehausan ditabrak sedan terus ketelen air selokan, Sarah memang anak yang suka
berimajinasi tinggi, apalagi saat melihat wajah abangnya.
Lalu
berbincanglah abang Januar dan kak Pia diruang tamu, setelah beberapa jam
lamanya, abang Januar baru ingat bahwa Sarah belum makan siang, dan ini sudah
jam 3 sore. Abang Januar meminta Pia untuk segera pulang, susah juga menyuruh
wanita itu pulang. Untunglah ayahnya menelponnya untuk segera pulang. Abang
Januar melihat Sarah tertidur dilantai bersama buku bukunya, sepertinya Sarah
lelah sekali mengerjakan tugas tugas sekolah. Abang Januar memasak sup tomat
untuk makan malam, dibangunkannyalah Sarah disuruhnya untuk segera mandi. Malam
itu Sarah terlihat murung, satu sendokpun lama sekali dikunyah, padahal
biasanya irisan irisan tomat habis dalam sekejap dimakan Sarah.
“Sarah,
kenapa? Apa kau sedang ada masalah dengan Haris? Beritahu abang”
“tidak,
bang. Sarah cuma pusing mengerjakan pr matematika tadi” Sarah berbohong lagi,
tak enak jika dia katakan dia cemburu melihat abangnya berlama lama dengan kak
Pia. Sekarang ini, selain sibuk kuliah, abang Januar terlihat sudah mulai dekat
dengan kak Pia dan hal itu membuat Sarah takut kalau abang Januar akan tidak
memanjakannya lagi.
‘kenapa
abang cepat sekali menganggap Sarah dewasa? Padahal kan Sarah masih ingin
digendong, diganggui saat belajar, diingatkan tentang ini itu, bercanda. Abang,
Sarah harap keaadaan ini hanya untuk sementara saja’ tulis Sarah pada buku
diarinya malam itu.
Seiring
waktu, kak Pia selalu berkunjung kerumah. Kali ini wanita itu meminta abang
Januar mengantarnya pulang kerumah. Sarah cemas cemas harap karena menurut
berita yang beredar di sekolah, setiap laki laki yang pernah mengantar kak Pia
pulang, maka beberapa hari setelah itu rumah mereka kerampokan, bahkan pernah
ada seseorang yang pulang dengan tidak selamat. Belum diketahui dengan pasti
mengapa hal itu bisa terjadi, untunglah abang Januar pulang dengan selamat.
Sarah langsung menceritakan tentang gosip yang didapatnya dari teman temannya
itu. Benarlah, abang Januar tahu jawabannya, tapi ia tak ingin memberitahu
Sarah, takutnya Sarah akan bercerita pada temannya lalu memancing perampok itu.
Semua
itu terjadi karena ayah kak Pia adalah salah satu dari perampok yang terlibat
dalam penembakan papa mereka. Abang Januar yakin sekali, karena ayah kak Pia
mempunyai ciri ciri yang mirip sekali dengan ciri ciri salah satu perampok itu,
berambut keriting, berkulit putih, dan mempunyai goresan di lengan atas tangan
kirinya. Abang Januar sesegera mungkin memberitahukan ayah Haris tentang hal
itu, setelah beberapa hari mereka selidiki ternyata benarlah, dan mereka telah
bekerja sama untuk memasang jebakan, bersiaga saat perampok itu mendatangi
rumah Sarah.
Penangkapan
berjalan dengan lancar dan terbongkarlah semua misteri perampokan yang terjadi
pada setiap laki laki yang mengantar kak Pia pulang. Kak Pia ternyata
bekerjasama dengan ayahnya, dia yang mencari target dan memberitahu siapa saja
target yang pantas untuk dirampok, kebetulan keluarga Sarah termasuk keluarga
yang memiliki kekayaan yang berkecukupan. Abang Januar benar benar tidak
mengerti kenapa kak Pia yang dikenalnya sangat baik itu bisa bisanya melakukan
aksi kriminal yang sehebat ini, padahal abang Januar telah mempercayainya
dengan amat sangat.
Saat
menjenguk kak Pia dipenjara, kak Pia menceritakan semuanya kepada abang Januar.
Dia melakukan semua ini karena terpaksa harus menuruti kata kata ayahnya, dan
dia sudah berulang kali mengingatkan ayahnya, dia benar benar meminta maaf pada
abang Januar atas semua kesalahan ayahnya. Sekarang abang Januar sudah kembali
seperti dulu, abang yang peduli dan sayang pada Sarah, Sarah senang sekali.
‘ya, begitulah. Tidak semua cerita akan berakhir bahagia, namun yang terpenting
adalah bagaimana kita mensyukurinya.’ Tulis Sarah pada diarinya.
Komentar
Posting Komentar